Sabtu, 13 Juni 2015

Sinar pagi

Dalam hening pagi yang tak bercahaya
Ku ulas senyum termanis yang aku punya
Ku urai ceria saat menyari meninggi menyapaku
Aku di pagi hari bersama senyum
Mengukir bait masa depan yang ingin aku di do'akan
Di malam-malam munajat yang penuh keajaiban
Di malam yang tidak seorangpun tahu mimpiku
Dan tidak seorang pun mengerti maksudku
Bersama gelap ku simpan segala rasa
Tentang mimpi yang mengganggu dan menyapaku
Namun dengan senyum di sela sinar mentari
Ku kembalikan segala kegundahan pada keceriaan
Terimakasih pagi yang selalu mengerti maksud hati
#teteh_minibook

Kamis, 04 Juni 2015

Yang terdalam

Dalam kata yang tak bernada aku mencoba mengenalmu dengan cinta,
Dengan irama yang harmonis aku mencoba raih bahasamu dengan ketulusan hati awamku,
Nada dan irama terus beriring menyelami angin riuh yang terus sepoi mencoba melenakanku,
Namun dalam sadar aku terus mencoba membuatny indah karna ku tak ingin tenggelam dalam gobangan tangis yang meringik,
Kau dirimu ku ingin melihatmu, menatap matamu dalam alunan romantis yang merindu,
Do'aku memelukmu erat dalam lensa bening yang ingin memotret wajahmu terang dalam binar cahaya,
Menantimu dalam simpuh ringkuh penghambaan pada Yang Menciptamu yang menjadikanku tulang rusukmu,
Untukmu #yangdirahasiakanuntukku

Minggu, 10 Mei 2015

Rupa dunia

dunia ini indah dalam cemberut bibir yang tersakiti,
memaksa tersenyum dalam keluhan fisik yang lunglai,
pengharapan dan permohonan tertuju pada satu cercah menggiurkan,
senyum seperti saat bunga matahari rekah di bawah terpaan mentari,
indah bukan?
tentu saja indah,
di setiap pagi yang melahirkan nyawa baru bagi yang ingin hidup adalah ruh istimewa dari sang Maha Dewa,
yang menjadikan setiap insan bernyawa seperti baru jika masih ada mimpi yang membuatnya terus berjuang,
percayalah teman, saat senyum kau paksaan di setiap pertama kau buka matamu maka semangat dan keoptimisan meniti kembali kehidupan seperti saat kau terlahir akan ada dan luar biasa,hanya itulah sebenanrnya yang dibutuhkan di setiap mata yang terbuka dari rehat lelap yang melenakannya,

Senin, 27 April 2015

S A H A B A T

Dalam sapa yang enggan hati kita bertamu,
Menatap dengan sendu mata sayu yang ingin meramu,
Meramu jalinan yang tak ingin cepat dinamakan,

Di atas selembar kain ibadah kita berbagi,
Berbagi beribu alasan untuk menjadi satu,
Berbagi sejarah untuk motivasi melangkah maju,

Melalui bentuk bulan yang selalu lukiskan pesona,
Dan melalui bintang yang tak pernah berpindah,
Mata dan hati kita tersatukan pada satu tujuan,
Tujuan ridlo Ilahi yang terus kita daki,
Dalam tangis bersama pada penyesalan,
Dalam tawa bersama pada niat langkah perubahn,

Di malam yang merindukan sahabat,
Bulan dan bintang yang selalu kita pandang menyatukan dalam jarak,
Yang menatap tanpa mata dan menyapa tanpa kata,
Pemandangan yang kembali menguatkan jalinan langkah yang trkadang renggang,
Membangunkan hati yang trtidur menggugah langkah yang sempat gontai,

Akhirnya aku mengerti bahwa jalinan ini berangkat dari hati,
Menyatu dalam kemistri,
Dan terramu di atas nama yang beraroma surgawi,

S A H A B A T

Aku adalah penikmat

Aku tak pernah mampu mendengar sepoi angin di tengah gemerlip bintang yang bertabur,
Dan aku tidak pernah bisa melihat kilau hati yang bersinar di tengah gemuruh awan putih yang saling mendengkur dalam tempur,

Di setiap detak nadiku yang tidak selalu ku rasa aku tetlupa bahwa aku hidup karnanya,
Mata memanggil bintang dan telinga meraih angin yang membisik indah rupa jiwa dalam kebisuan nada,

Bersama debu yang terhambur di setiap tapak langkahku slunan istimewa mengajak tawaku mengikuti irama dendang yang mendayu,

Ku larut dalam perpaduan di antara nada, alunan, dan irama,
Indah nian kefanaan ini

#teteh_minibook

Kamis, 09 April 2015

Kisah senja


Menjelang petang suara kerik jangkrik mulai terdengar seperti ocehan seorang anak yang mengulurkan tangan pada peluk bunda,
Perlahan malam mengawal kehidupan pada pengistirahatan fisik yang seharian lelah mengumpulkan asa untuk sebuah kehidupan,
Terik yang tadi mengering pada lapisan paling luar kulit lelah sementara berhenti,
Mungkin iba memandang letih pada kehidupan yang lapar,

Di atas lantai papan pada sebuah gubuk istimewa satu keluarga kecil menuai tawa bersama kedua anaknya,
Sembari membersihkan torong lampu teplok yang akan menerangi malam mereka,
Tertawa kecil dan senyum yang sesekali merekah di bibir hamba tabah itu terlihat begitu sempurna,
Nikmat kebersamaan di setiap senja bagi mereka adalah hadiah teristimewa dari Allah meski tanpa sepiring pun makanan ringan yang menemani,
Itulah senja yang indah di tengah kemlaratan,
Maukah kau memfilmkannya?

#kisahtransmigrasi

Rabu, 08 April 2015

Tandu di malam kelam


Lampu petromak penerang malam kelam di tengah titian rimba,
Sebuah tandu dipranggul bersama dengan sekelompok laki-laki,
Di dalamnya seorang permpuan dengan tegarnya menahan sakit menjelang melahirkan,
Tentu saja harus menahan karena rumah bidan berjarak sepuluh kilometer,,
Tandu itu kendaraan darurat sebab daerah pelosok karena sepeda pancal pun tak kan mungkin membawa seorang perempuan yang lunglai menahan kesakitan,

Peristiwa ini membuatku ingin berpuisi saja tentang perjuangan yang begitu mengagumkan,
Atau jika ku bisa bermimpi bahwa peristiwa itu adalah iringan putri raja korea dengan beberapa prajuritnya,
Namun kelam,
Bulan yang redup memandangi peristiwa itu tanpa kata istimewa,
Sedang jangkrik mengirik mengecam pekat malam,
Entah apa yang diuacapkan alam tentang iringan malam itu,

Tok tok tanpa jawaban,
Mungkin sang bidan sedang rehat lelap,

Perjalanan panjang malam itu benar-benar menyedihkan,
Dan bahkan takdir perempuan itu tak kan mungkin mampu dirubah,
Tandu harus pulang bersama mayat seorang bayi laki-laki suci,
Sang ibu lunglai tanpa suara tanpa air mata,
Sang ayah pun sama namun harus menempuh perjalanan panjang,
Dalam gendongannya mayat seorang bayi yang bernama anaknya itu dipeluk erat dalam kelumpuhannya,

Sungguh benar-benar memilukan,
Tak ada suara di sepanjang perjalanan dua jam malam itu,

Allah kisah macam apa yang tertoreh malam itu hingga ku tak mampu berkata-kata...

#kisahtransmigrasi

Merajut asa pada rembuk tanah

Seperti balita dengan seonggok tanah gembur yang riang,
Dengan cara itulah si mungil mengais harta,
Bukan emas dan bukan perak,
Namun sebatang ubi kayu yang bisa mengencangkan perutnya,
Baginya uang tak berharga namun tanah,
Darinya perut puas, darinya tenaga buas, darinya hidupnya luas,

Sebutir pun benih entah itu kacang atau kentang tak kan pernah ia buang,
Karna itulah yang seharga hidupnya kala itu,
Di sela ilalang yang tajam dan sekumpulannya garang,
Lelaki itu terpeluh deras,
Perih goresan alam yang tertanam dibumi dan hujaman rahmat yang terkadang ganas dan terik matahari yang membara seperti tidak dirasakannya,
Tentu saja bukan karna kekebalan tapi batinnya membaja sebab cita-cita yang menyiksa hingga baginya itu bukanlah apa apa,
Padahal semesta garang,

Aah inilah aku yang tidak keren, melukiskannya saja aku hiba,

Di lereng bukit sepi bersemak lebat dan gersang sebab terik yang tak ramah,
Lelaki mungil bertanam asa,
Melalui singkong dan sayuran sederhana ia berharap untuk hidup lebih baik,
Wajahnya keriput lelah,
Kerja inderanya pun mulai lemas,
Sesekali dia hela nafas sepanjang lelahnya,
Seakan tertindas oleh mendung yang menahan hujan mengguyur,
Lelah, begitu lelah,

Seperti tersedak duri kedondong yang tajam,
Seperti terhantam sendok almunium sejauh sepuluh meter,
Aku lumpuh mendengar kisah itu,
Seperti ingin merengkuhnya dengan peluk cintaku,
Ingin ku hujam tangis hibaku,
Ingin ku tuang cawan kasihku seluruhnya,

Terik menyerah hiba dan akhirnya luluh,
Ketika rona merah matahari senja mulai menghempaskan kilaunya,
Lelaki itu pulang menghampiri gubuk istimewanya,
Mungkin untuk rehat sejenak dan mengganjal lambung yang sedari tadi sudah kerucukan,
Sepiring singkong parut dikukus baginya luar biasa karna itulah yang ia punya zaman itu,
Meski tanpa beras yang bisa menjadi nasi dan mengenyangkan,
Yang penting dua anaknya makan dengan selayaknya manusia yang tidak melarat,
Itulah peluh yang ia dapatkan,
Dua kilogram beras dan sepuluh butir telur ayam dalam seminggu,
Ini kisah lalu yang selamanya akan menjadi sejarah bagi lelaki mungil itu,

#kisahtransmigrasi

Jendela pagi

Hembusan angin sepoi sepoi menembus bebas jendela yang menganga,
Sinar terang merambat lurus melalui lubang jendela dengan leluasa,
Mentari sumringah membangunkan lelap yang semisal ashabulkahfi,

Astaghfirullahal'adzim, dirinya kaget,

Sahur berlalu tanpa sesuap nasi bahkan seteguk air pun,
Sedang rumah sekelas gubuk eksklusif itu diselimuti pekat malam hingga akhirnya gelap itu pun pergi,
Ya, sejak seteguk air membashi tenggorokan dahaga maghrib kemaren dirinya bagai musafir yang berjalan ribuan pal,
Setelah dengan kebersamaan romantis mengambil makanan pokok yang menjadi haknya,
Menembus arah yang seakan tak nampak,
Menempuh jarak yang menorehkan rasa pada raga,
Demi lima kilogram beras dan satu kilo ikan asin gratis,

Kemudian mereka lelap dalam peluk Tuhannya,
Di tengah dunia asingnya yang seram kehangatan menyelimuti mereka manja,

Inikah dunia Tuhan?
Dirinya bertanya pada alam yang mengagumkan,
Puasa pun dilanjut

#kisahtrandmigrasi

Minggu, 08 Maret 2015

_Surga Rahimmu_

Melalui setitik air suci aku terlahir,
Melalui rahim hangat yang kau bawa aku ada,
Melalui perjalanan ajaib kandunganmu aku tercipta,
Tidak sedikitpun sejarah awal kehidupanku terrekam dalam memory sadarku,
Padahal aku sangat ingin tahu syurga kehidupan dalam ragamu,
Karna raga bahkan jiwamu adalah surga anakmu, aku,

ANNISA,
Aku bukanlah hal yang berarti saat aku adalah lingkar bening yang mengalir dari raga ayahku,
Dan aku pun bukanlah hal yang berarti saat aku berpindah ke dalam surga rahimmu hingga ku berubah menjadi segumpal darah yang kemudian mendaging dan berproses  menjadi rupa manusia yang sempurna,
Ingin ku rekam sejarah itu agar aku mampu mengurai kisah sempurna untukmu,
Namun aku bahkan tak pernah mampu mengingat tangis kelahiranku,

ANNISA
Melalui rahimmu ku hirup nafas sempurna kehidupan ini,
Dengan kesempurnaan bahasa pula ku sambut dunia melalui fungsi pita suara yang berdzikir,
Huwa huwa huwa
Ku awali kehidupan dengan tangis dzikir menyebut Asma Nya,
Kuasa Nya tak kan mampu terukur hanya dengan jelmaan setets air suci menjadi manusia sempurna,

ANNISA,
Keajaiban itu termulai dari surga rahimmu yang tak satupun mampu mengingat sejarah di dalamnya,
Sungguh sebuah keajaiban yang tak bisa disangsikan,
Allah Allah Allah,
Maha Kuasa dengan segala apa yang diciptakan Nya,

Jumat, 06 Maret 2015

Kehidupan 191

Ilalang menyelinap melalui celah kaku lantai gubuk itu,

Namun runcing pucuk ilalang menggores perih saat tersentuh,
Seorang lelaki mungil namun perkasa menerjang rimba menyeramkan itu,
Bersenjatakan parang,

Angka 191 lah penyebab kisah terkenang,
Di selembar triplek lusuh angka itu masih tersimpan bukan hanya dalam kenangan namun sampai sekarang,

Tepar dalam bahagia letih pun punah,
Gulungan tikar dengan anyaman lembut digelar,
Terhempaslah lelaki mungil itu bersama istrinya,
Dua anaknya terdiam ringkuh,
Mungkin lelah namun mereka bengong seperti mencoba mengerti momen itu,

Lantai renggang gubuk itu unik,
Pucuk ilalang yang menyeruak di setiap helanya menghiasi, namun angker,
Bagi lelaki mungil yang sedang lelap ilalang itu tak mengapa begitu,
Karna baginya inilah surga persinggahannya,
Semua lelap, seorang lelaki mungil itu mengorok, istrinya rehat dalam lelah, sedang dua anaknya tepar serta dengan keluguannya,

Melalui angka 191 kehidupan baru keluarga itu terlahir kembali,
Dalam aroma natural yang kental, suram tapi menawan, tetapi juga terkadang menakutkan,
Karena rimba,

Benakku melukis kisah ini,
Gubuk galak namun akrab, di sekelilingnya rimba, asing, benar-benar asing,
Tak terdengar sesekali pun suara modern, apalagi klakson atau telepon,
Seperti sebuah perahu di tengah samudra paifik yang garang kisah itu,

Begitu sunyi, sepi, senyap,
Tetapi mereka tetap lelap, mungkin sampai lelah itu lari,

#kisah transmigrasi

Sabtu, 14 Februari 2015

Tajdid

Sejenak keromantisan sepoi angin lenyap menyapa ekspresi inosen wajahku,
Tak ada pilu dan tak ada bahagia dan aku mampu brrsyukur kali ini Robbi,
Kata Mu dab Inginku adalah rahasia Mu,
Aku hanya perlu lurus pada jalan yang mungkin Kau likukan,

Robbi..pada setitik gerimis senja ini ku titpkan krmbali asa sederhana yang mungkin tak semua orang mrmahaminya,
Namun kekuasaanmu tak kan mungkin tertipu bahasa kalbu hamba Mu,
Pada Mu ku titipkan cinta, pada Mu ku titipkan asa yang pernah inosen,
Kini ku tancapkan kembali pada niat baru menjemput Kasih Sayang Mu,
Tetap Robbi...nur Mu adalah pedomanku, sertai aku, hamba Mu

#tajdid

Senin, 02 Februari 2015

Cahaya

Di saat rekah tak memperindah kalbuku aku tak ingin bicara,
Seperti di saat seekor lebah menggigil di segar embun pagi hari,

Di terpaan mentari yang setiap hari menyapa indah nadiku,
Terkdang aku tersenyum paksa dalam keoptimisan yang terasa palsu,

Aku, langkah, dan nafasku, adalah makhluk awam yang terkadang riang namun juga usang,
Aku memerlukan Mu yang tak pernah ku panggil karna Kau selalu ada,

Qolbi yang ada dalam genggam Mu Robbi, eratkan dalam ridlo yang menerangkan tapak yang selalu ku anggunkan

#teteh

Sabtu, 24 Januari 2015

Rindu syahdu

Aku ingin tembus awan bersama nafas lembut yang terus menyerukan do'a untukmu ibu,
Di tengah riang burung di atas awan yang sedikit kelabu itu aku tertuju pada satu rupa yang terus ada,
Dirimu Ibu, yang terus berikan kasih sayang melalui do'amu dan terus berikan do'a melalui setiap butiran air mata yang tak pernah kau nampakkan,
Senja ini ibu, di tengah kumandang syahdu adzan maghrib aku merindumu, aku seakan bersumpah merinduimu,

Laki-laki baik

Mungkin catatan ini oleh sebagian orang akan dianggap tidak baik. Namun aku merasa perlu menuliskan untuk menjadi pengetahuan bahwa TRAUMA i...