Jumat, 06 Maret 2015

Kehidupan 191

Ilalang menyelinap melalui celah kaku lantai gubuk itu,

Namun runcing pucuk ilalang menggores perih saat tersentuh,
Seorang lelaki mungil namun perkasa menerjang rimba menyeramkan itu,
Bersenjatakan parang,

Angka 191 lah penyebab kisah terkenang,
Di selembar triplek lusuh angka itu masih tersimpan bukan hanya dalam kenangan namun sampai sekarang,

Tepar dalam bahagia letih pun punah,
Gulungan tikar dengan anyaman lembut digelar,
Terhempaslah lelaki mungil itu bersama istrinya,
Dua anaknya terdiam ringkuh,
Mungkin lelah namun mereka bengong seperti mencoba mengerti momen itu,

Lantai renggang gubuk itu unik,
Pucuk ilalang yang menyeruak di setiap helanya menghiasi, namun angker,
Bagi lelaki mungil yang sedang lelap ilalang itu tak mengapa begitu,
Karna baginya inilah surga persinggahannya,
Semua lelap, seorang lelaki mungil itu mengorok, istrinya rehat dalam lelah, sedang dua anaknya tepar serta dengan keluguannya,

Melalui angka 191 kehidupan baru keluarga itu terlahir kembali,
Dalam aroma natural yang kental, suram tapi menawan, tetapi juga terkadang menakutkan,
Karena rimba,

Benakku melukis kisah ini,
Gubuk galak namun akrab, di sekelilingnya rimba, asing, benar-benar asing,
Tak terdengar sesekali pun suara modern, apalagi klakson atau telepon,
Seperti sebuah perahu di tengah samudra paifik yang garang kisah itu,

Begitu sunyi, sepi, senyap,
Tetapi mereka tetap lelap, mungkin sampai lelah itu lari,

#kisah transmigrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laki-laki baik

Mungkin catatan ini oleh sebagian orang akan dianggap tidak baik. Namun aku merasa perlu menuliskan untuk menjadi pengetahuan bahwa TRAUMA i...