Seperti balita dengan seonggok tanah gembur yang riang,
Dengan cara itulah si mungil mengais harta,
Bukan emas dan bukan perak,
Namun sebatang ubi kayu yang bisa mengencangkan perutnya,
Baginya uang tak berharga namun tanah,
Darinya perut puas, darinya tenaga buas, darinya hidupnya luas,
Sebutir pun benih entah itu kacang atau kentang tak kan pernah ia buang,
Karna itulah yang seharga hidupnya kala itu,
Di sela ilalang yang tajam dan sekumpulannya garang,
Lelaki itu terpeluh deras,
Perih goresan alam yang tertanam dibumi dan hujaman rahmat yang terkadang ganas dan terik matahari yang membara seperti tidak dirasakannya,
Tentu saja bukan karna kekebalan tapi batinnya membaja sebab cita-cita yang menyiksa hingga baginya itu bukanlah apa apa,
Padahal semesta garang,
Aah inilah aku yang tidak keren, melukiskannya saja aku hiba,
Di lereng bukit sepi bersemak lebat dan gersang sebab terik yang tak ramah,
Lelaki mungil bertanam asa,
Melalui singkong dan sayuran sederhana ia berharap untuk hidup lebih baik,
Wajahnya keriput lelah,
Kerja inderanya pun mulai lemas,
Sesekali dia hela nafas sepanjang lelahnya,
Seakan tertindas oleh mendung yang menahan hujan mengguyur,
Lelah, begitu lelah,
Seperti tersedak duri kedondong yang tajam,
Seperti terhantam sendok almunium sejauh sepuluh meter,
Aku lumpuh mendengar kisah itu,
Seperti ingin merengkuhnya dengan peluk cintaku,
Ingin ku hujam tangis hibaku,
Ingin ku tuang cawan kasihku seluruhnya,
Terik menyerah hiba dan akhirnya luluh,
Ketika rona merah matahari senja mulai menghempaskan kilaunya,
Lelaki itu pulang menghampiri gubuk istimewanya,
Mungkin untuk rehat sejenak dan mengganjal lambung yang sedari tadi sudah kerucukan,
Sepiring singkong parut dikukus baginya luar biasa karna itulah yang ia punya zaman itu,
Meski tanpa beras yang bisa menjadi nasi dan mengenyangkan,
Yang penting dua anaknya makan dengan selayaknya manusia yang tidak melarat,
Itulah peluh yang ia dapatkan,
Dua kilogram beras dan sepuluh butir telur ayam dalam seminggu,
Ini kisah lalu yang selamanya akan menjadi sejarah bagi lelaki mungil itu,
#kisahtransmigrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar