Selasa, 06 Agustus 2024

Ikhlas menerima



Proses menerima dengan ikhlas itu Panjang. Menjalani tanpa menghiraukan beban itu rasanya mustahil. Tetapi Ketika tekat mulai kuat maka akan ada jalan menuju terang.

Akhirnya aku melalui hari-hari dengan keadaan seakan semua baik-baik saja. Aku bahkan hampir selalu lupa bahwa aku menanggung beban itu. Karena selama menjadi seorang istri pun rasa-rasanya semua ku tanggung sendiri. Dalam arti yang malas aku menjelaskan karna tidak akan pernah habis.

Dalam prosesnya aku hampir tidak pernah menyalahkan siapa pun dan hampir tidak pernah membenci siapapun. Aku telah memaafkan semuanya sejak awal tetapi aku punya marah dan hal ini aku memilih untuk menikmatinya sendiri. Anehnya, satu kalipun aku tidak pernah merasa kehilangan dia, sebaliknya aku benar-benar telah mengikhlaskan sepenuhnya. Satu-satunya penolakanku adalah “kenapa aku menerima takdir berupa perceraian”. Hal yang membuat aku selalu menangis meronta setiap kali mencerna takdir ini. Pikiran selalu berkecamuk saat sendiri, menangisi buah hati dengan sangat sesak membawa rasa bersalah yang teramat besar.

“Maafkan ibuk yang tidak bisa menjadi ibu sempurna bagimu, maafkan ibuk yang tidak bisa memberimu lingkungan keluarga yang nyaman bagimu, maafkan ibuk yang telah menyerah sama keadaan ini. Tetapi ibuk akan berjuang untuk memastikan kehidupanmu baik-baik saja, pendidikanmu mencukupi, dan kasih sayang untukmu tidak akan habis selamanya”. Kemudian aku selalu memastikan bahwa aku terus berjalan tegap dengan meyakini bahwa rejeki dan masa depan akan Allah mudahkan.

Hal lain yang menyakitkan adalah bahwa ternyata aku merepotkan banyak orang terutama keluarga, yang sementara waktu harus memikirkan tanggungan ekonomi yang tidak tercukupi hanya dengan gaji bulananku saat itu sebagai seorang guru. Kesakitan hati soal ini adalah sisi lain dari perceraianku. Meskipun semua membantu dengan sepenuh hati tetapi percayalah bahwa merepotkan orang lain itu sangat-sangat membebani.

Semua ini sudah berlalu, aku tidak ingin mengingatnya tetapi aku juga tidak ingin menghapusnya. Akan aku biarkan kisah ini ada agar aku selalu ingat bahwa hidup selamanya adalah pembelajaran yang dengannya kita harus menjadi insan yang lebih baik.

Catatan Rindu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesona Mu

  (“makanya, kok enak banget hidupmu”) Sebuah kata yang kala itu memercikkan ketegunan dalam fikiran sadarku, Saat dimana ku terlalu mel...