Ada hari yang mendadak mendung pekat. Terlalu mengerikan untuk kita berjalan di tengah-tengahnya. Tetapi dalam keadaan tertentu, yang pada waktu itu adalah aku, harus tetap berjalan. Rasanya bagai raga tak bernyawa.
Malam itu
hanya ada tangis yang begitu menyesakkan, terlalu sakit untuk memeluk ihsan
putraku dalam keadaan hati yang hancur. Keadaan terlalu dramatis dan menjadi sensitif.
Beberapa malam berlalu dengan tangan yang terus mengepal di kepala menahan
kesakitan jiwa dan raga. Aku bahkan tidak tau harus berbuat apa. Mencari terang
namun cahaya itu terasa begitu jauh.
Pada hari
ke sekian aku menangis dalam pekat malam yang begitu sepi. Sesak di dada tidak
terukur, mata tak mampu berhenti berderai sambil memandang ihsan putraku semata
wayang yang tidur pulas. Rasa bersalah menyelimuti rapat ke seluruh bagian
tubuh. Rasa tercabik-cabik itu nyata adanya. Malam itu aku terus larut dalam
berbagai asa dan prasangka yang melalang buana. Beberapa hari berlalu aku dan
diriku masih dalam keadaan yang sama. Sungguh sangat suram hari-hari itu. Aku
sangat berharap tak akan pernah ada lagi hari yang serupa di masa depanku dan
anakku.
Di satu
malam yang serupa tiba-tiba ada satu bisik yang kuat dalam hati mencekat kuat
perasaan tentang masa depan yang tak boleh kelam. Dan aku kembali menangis,
semakin dalam dan menyakitkan. Lalu ada semburat menghangatkan hati, kemudian menenangkan
pikiran ini perlahan. Aku coba meresapi, menghayati, dan menikmati. Mulaialah
kalimat-kalimat semacam penguatan diri menelisik hati. Seketika istighfarku
berubah menjadi hamdalah. Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah.
Bismillah,
bismillah, bismillah…akan ada jalan terang di depan. Jalan ini Allah yang takdirkan
maka pasti Allah akan arahkan masa depan yang lapang.
Malam itu
sepertinya aku mengakhiri ratapan sadis jalan hidupku di bagian ini,
perceraian. Aku memiliki seorang putra yang luar biasa, akulah yang harus
memastikan kehidupannya baik, akulah yang pasti akan menemani perjalanan hidupnya.
Bagaimanapun bagusnya proses perpisahan tidak akan menjamin keadaan setelahnya sebaik
yang diharapkan.
Dengan tekat
yang terbangun walau hanya seadanya malam itu, setidaknya aku berhasil menggapai
asa yang ke depannya harus aku usahakan. Sebaik yang aku mampu.
Pada titik
ini, anaklah penguatnya, anaklah motivatornya, dan karena anaklah kekuatan kembali
terbentuk.
Bismillah wal
hamdulillah….
Huffft Rehat dulu ya, jumpa di kesempatan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar